Tuesday, 2 February 2016

Masalah Karyawan

A.    Kinerja Karyawan Menyimpang
Sebagai manajer, anda pasti menginginkan karyawan anda berkinerja tinggi. Namun dalam kenyataannya antara keinginan dan fakta dapat mengalami penyimpangan negatif. Pasti ada masalah yang dihadapi. Pertanyaannya mengapa demikian?. Padahal, karyawan, katakanlah  sudah berpengalaman kerja rata-rata lima tahun dengan tingkat pendidikan rata-rata lulusan diploma. Diduga ada faktor-faktor yang memengaruhinya yakni ketidak-jelasan peran, rendahnya kompetensi, keragaman sistem nilai yang dimiliki karyawan, preferensi yang berbeda, dan kurangnya penghargaan.
(a). Kejelasan peran  karyawan. Peran dapat diartikan sebagai suatu karakter yang harus dimainkan seorang pelaku; dalam hal ini karyawan. Bisa juga diartikan sebagai karakteristik dan perilaku sosial yang diharapkan dari seseorang sesuai posisi dan fungsinya. Dalam prakteknya peran bisa berbentuk: pertama, peran yang sudah ditetapkan dan, kedua, peran baru yang dipilih manajer untuk karyawan tertentu sesuai dengan posisinya. Kalau toh kedua peran itu sudah ada lalu mengapa masih saja terjadi penyimpangan kinerja. Penyebabnya adalah bisa jadi manajer sering mengabaikan pentingnya penjelasan peran baru yang dipilihnya kepada karyawan. Manajer diduga menggunakan asumsi bahwa karyawan sudah mengetahui jenis peran yang diembannya. Padahal tidak selalu seperti itu. Karena itu dalam setiap unit harus sudah terdapat apa yang disebut uraian pekerjaan dan uraian peran yang jelas dan dijadikan acuan kerja oleh seluruh karyawan dan manajer. Semakin jelas dan terinternalisasinya uraian peran di kalangan karyawan dan manajer cenderung semakin kecilnya peluang terjadinya penyimpangan kinerja. Namun kalau karyawan memperoleh peran baru maka pertanyaannya adalah apakah itu sudah memadai sesuai dengan kompetensinya?
(b). Kompetensi Karyawan. Kejelasan peran saja tidak cukup untuk mendongkrak kinerja  karyawan. Ada faktor lain yang memengaruhi kinerja karyawan yakni faktor kompetensi yang dimilikinya. Kompetensi terbagi dua yakni kompetensi ”keras” berupa pengetahuan dan ketrampilan, dan kompetensi ”lunak” berupa sikap, etos kerja, motivasi, prakarsa, kreatifitas dan empati. Jenis kompetensi yang terakhir sering juga disebut sebagai keahlian lunak (soft skills). Kompetensi dapat juga dikelompokkan menjadi yang terlihat dan tersembunyi. Kompetensi yang terlihat seperti pengetahuan yang dicirikan dengan pemilikan sertifikasi, dan keahlian yang dicerminkan dengan posisi dan status pekerjaannya yang rutin. Sementara yang tersembunyi berupa nilai-nilai, misalnya kemampuan karyawan dalam membuat keseimbangan antara kepentingan pekerjaan dan keluarga; konsep diri atau kepercayaan diri; dan kepribadian diri seperti jujur, tenang, motivasi, dan bijak. Semakin tinggi derajad kompetensi karyawan semakin tinggi pula kinerja yang dihasilkannya.
(c).  Lingkungan Kerja. Kalau kejelasan peran dan kompetensi sudah terpenuhi maka karyawan  akan lebih mampu meningkatkan kinerjanya jika didukung lingkungan kerja yang nyaman. Lingkungan kerja disini dilihat dari lingkungan fisik dan non-fisik. Lingkungan fisik antara lain berupa fasilitas kerja termasuk peralatan kerja, ruangan, kursi dan meja, listrik, pendingin ruangan, kebisingan yang rendah, dan alat pengaman. Sementara lingkungan non-fisik antara lain berupa gaya kepemimpinan manajer yang partisipatif, kompensasi, mutu hubungan vertikal dan horisontal seperti kebersamaan serta lingkungan sosial. Semakin nyaman lingkungan kerja semakin tinggi kinerja karyawannya.
(d).Sistem Nilai. Nilai adalah suatu keyakinan mengenai cara bertingkah laku dan tujuan akhir yang diinginkan individu, dan digunakan sebagai prinsip atau standar dalam hidupnya. Konflik yang terjadi antara manajer dan karyawan bisa jadi karena dipengaruhi perbedaan nilai tentang ukuran kinerja pekerjaan; apakah dilihat dari proses ataukah hasil; ataukah gabungan keduanya. Mungkin saja sang manajer menginginkan penerapan model kerja yang berorientasi hasil. Alasannya karena hasil akan mencerminkan seberapa jauh kemampu-labaan perusahaan dapat tercapai. Sementara karyawan berpandangan bahwa keberhasilan kinerja dicerminkan oleh orientasi proses yang ditunjukan oleh penerapan cara-cara pekerjaan, sistematika bekerja, koordinasi, dan kontrol kerja dari manajer. Bagi seorang manajer yang bijak maka dipilihlah kombinasi keduanya yakni berorientasi proses dan hasil. Dengan cara itu maka ”kesepakatan” penggabungan sistem nilai akan mendorong peningkatan kinerja karyawan. Semacam ”win-win solution, ”win-win result”, dan “win-win outcome”.

(e). Preferensi.  Kalau kejelasan peran, kompetensi, dan kesepakatan sistem nilai sudah ada maka tampaknya tak ada alasan lagi bagi karyawan untuk berkinerja rendah. Benarkah selalu demikian?. Masih ada faktor lain yang memengaruhinya yakni derajat kesukaan atau preferensi terhadap pekerjaan tertentu. Kalau mereka yang tergolong teori Y (suka bekerja, disiplin, dan bertangung jawab), jenis pekerjaan apapun cenderung siap untuk dilaksanakan karyawan. Namun bisa saja ada sebagian kecil karyawan tergolong teori X (tak suka bekerja, malas, dan tak bertanggung jawab), maka proses dan kinerja karyawannya menjadi rendah. Karena itu manajer hendaknya dapat mengidentifikasi derajad preferensi seseorang (karyawan) terhadap pekerjaan yang diberikan kepada karyawan. Selain itu sangat penting dilakukan pengarahan kepada semua karyawan bagaimana bekerja kompak mutlak diwujudkan. Hal ini mengingat suatu pekerjaan umumnya dilakukan oleh suatu tim. Satu saja karyawan tidak suka dengan pekerjaan tertentu maka akan dapat mengganggu suasana kerja tim yang akhirnya akan mengganggu kinerja tim.
(f).  Penghargaan. Pada dasarnya setiap manusia, sekecil apapun membutuhkan penghargaan  dari orang lain. Misalnya butuh disapa, dikasihi, dicintai, ditolong, dan didoakan. Jadi semacam pengakuan orang lain atas keberadaan diri individu bersangkutan. Dalam bidang pekerjaan, penghargaan yang dibutuhkan karyawan tidak saja selalu berbentuk kompensasi finansial tetapi juga non-finansial. Kompensasi finansial dapat berupa gaji, upah, insentif, dan bonus. Sementara kompensasi non-finansial bisa berupa jenjang karir, piagam penghargaan prestasi, dan ucapan terimakasih. Mengabaikan penghargaan kepada karyawan sama saja mengabaikan kebutuhan dasar manusia. Padahal penghargaan adalah unsur vital dalam membangun motivasi dan kepuasan bagi karyawan untuk meningkatkan kinerjanya.
B.     Masalah Karyawan dan Karyawan Bermasalah
Idealnya seorang manajer yang sekaligus sebagai pemimpin suatu unit kerja dapat mengetahui kebutuhan, kepribadian, dan masalah-masalah yang dihadapi karyawannya. Masalah-masalah yang sering dihadapi karyawan antara lain ketidakpuasan kerja dan motivasi kerja. Kedua faktor itu berhubungan antara lain dengan gaya kepemimpinan manajer, manajemen kompensasi, manajemen karir, dan intensitas hubungan vertikal dan horisontal. Dengan demikian masalah yang dihadapi karyawan disini lebih ditekankan pada faktor penyebab eksternal dirinya. Artinya kalau faktor-faktor eksternal tadi tidak diperbaiki maka kepuasan kerja dan motivasi kerja bakal rendah dan akan memengaruhi kinerja karyawan. Pada gilirannya akan memengaruhi kinerja perusahaan.
Sementara itu karyawan bermasalah dapat diindikasikan antara lain sebagai sifat atau perilaku malas, komitmen kurang, emosional, kedisiplinan tidak terkendali, kerap bolos kerja, dan egoistis dalam bekerjasama. Ciri bekerja dan kinerjanya adalah sangat marjinal, asal-asalan, dan kurang toleran dengan lingkungan. Perilaku tersebut lebih berkait dengan faktor internal ketimbang eksternal. Faktor internal karyawan meliputi faktor-faktor pendidikan, usia, pengalaman kerja, sikap, dan ketrampilan. Namun demikian lemahnya manajemen kontrol, kurangnya pelatihan dan pengembangan, tidak adilnya manajemen kompensasi dan karir, rendahnya mutu hubungan horisontal dan vertikal dapat mendorong terjadinya perilaku negatif dari karyawan seperti itu.
Baik masalah karyawan dan karyawan bermasalah akan dapat menimbulkan masalah perusahaan yang kronis dan menimbulkan ongkos mahal. Ujungnya adalah keuntungan perusahaan yang menurun. Bayangkan misalnya perusahaan harus menanggung beban kalau produktivitas menurun akibat potensi karyawan yang rendah. Begitu juga kalau perusahaan harus menghentikan program produksinya karena banyak karyawan yang malas dan tidak disiplin. Selain itu bisa menimbulkan kegagalan pendistribusian barang ke pasar dan ketidakpuasan konsumen dan pelanggan.



C.    Cara Mengatasi Masalah Karyawan
Karena masalah-masalah yang dihadapi karyawan pada dasarnya lebih disebabkan  faktor eksternal  maka pendekatannya adalah pada sistem manajemen. Untuk itu yang dapat dilakukan perusahaan antara lain dengan dengan pendekatan-pendekatan umum:
·         Mengadakan pengkajian mendalam apa saja faktor-faktor eksternal karyawan yang memengaruhi kepuasan kerja, motivasi kerja, dan kinerja.
·         Melakukan kajian kekuatan dan kelemahan perusahaan dilihat dari penerapan sistem manajemen sumberdaya manusia kaitannya dengan strategi bisnis termasuk dalam hal analisis pekerjaan dan beban kerja karyawan.
·         Melakukan perbaikan fungsi-fungsi MSDM mulai dari fungsi rekrutmen dan seleksi karyawan, program orientasi, manajemen pelatihan dan pengembangan, penempatan karyawan, manajemen kompensasi, dan manajemen karir.
·         Mengefektifkan keterkaitan strategi bisnis secara sinergis dengan strategi-strategi lainnya seperti strategi SDM, strategi finansial, strategi produksi, strategi pemasaran, dan strategi informasi sebagai suatu kesatuan yang utuh.
·         Melakukan reposisi gaya kepemimpinan yang dinilai tepat diterapkan di perusahaan.

D.    Mengatasi Karyawan Bermasalah
Sementara itu strategi yang dapat dilakukan dalam menghadapi karyawan bermasalah antara lain dengan pendekatan-pendekatan umum:
·         Mengidentifikasi faktor-faktor utama yang memengaruhi terjadinya karyawan bermasalah misalnya terhadap karyawan yang malas, tidak disiplin, sangat sensitif, temparamental, dan sangat egoistis.
·         Melakukan sosialisasi dan internalisasi budaya organisasi atau korporat, budaya kerja, dan budaya mutu kerja secara intensif; kalau diperlukan diperlukan tindakan penegakan kedisiplian dan koreksi yang bergantung pada derajad masalahnya.
·         Melakukan pelatihan dan pengembangan khususnya yang menyangkut softskills disertai dengan bimbingan dan konseling kepada karyawan khususnya oleh manajer dan karyawan senior yang berwibawa.
·         Menerapkan sistem imbalan yang menarik kepada karyawan berprestasi dan hukuman kepada  yang berkinerja dibawah standar secara obyektif, tegas dan tidak diskriminasi.
·         Mengembangkan sistem umpan balik tentang proses dan kinerja perusahaan berikut masalah-masalah yang dihadapi perusahaan dan karyawan dalam membangun suasana pembelajaran yang dinamis dan merata di semua karyawan; baik dilakukan secara formal maupun informal.

·         Mengembangkan tim kerja yang solid dan dinamis dengan kepemimpinan yang berorientasi membangun motivasi dan transformasional.

KESIMPULAN
Fenomena masalah karyawan dan karyawan bermasalah merupakan hal yang rutin terjadi di suatu perusahaan. Yang berbeda cuma derajat dan frekuensinya saja. Mulai dari kondisi yang ringan sampai yang parah. Karena itu pendekatannya pun ada yang dengan menggunakan jalur keorganisasian berupa penyusunan strategi dan kebijakan SDM yang baru dan ada yang hanya dilakukan dengan pendekatan personal. Namun apapun derajatnya, mengatasi masalah karyawan dan karyawan bermasalah tidak bisa ditunda-tunda; menunggu masalahnya sudah mencapai titik kritis. Kalau seperti itu maka permasalahannya akan semakin kampleks. Jadi harus sudah diantisipasi dan segera diatasi.

No comments:

Post a Comment